Ahok sebut korupsi LNG Pertamina terjadi sebelum dirinya menjabat

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) periode 2019–2024, mengklarifikasi bahwa kasus korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) di perusahaan tersebut terjadi sebelum dirinya menjabat. Menurut Ahok, seluruh transaksi dan kontrak yang terkait dengan pengadaan LNG itu terjadi pada periode 2011–2014, jauh sebelum ia dilantik menjadi Komisaris Utama di Pertamina pada 2019.

Ahok menjelaskan bahwa meskipun kasus ini terjadi sebelum masa jabatannya, ia menemukan adanya dugaan korupsi pada tahun 2020, dan hal tersebut segera dilaporkan kepada Menteri BUMN. Kasus ini kemudian ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ahok mengungkapkan bahwa sebagai Komisaris Utama, dirinya memiliki peran untuk mengawasi dan menemukan kasus-kasus korupsi, namun ia menegaskan bahwa kontrak LNG yang menjadi bagian dari kasus tersebut sudah berlangsung sebelum masa jabatannya.

Basuki Tjahaja Purnama (BTP), Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) untuk periode 2019–2024, mengklarifikasi bahwa kasus korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) yang melibatkan PT Pertamina terjadi sebelum dirinya menjabat. Ahok menjelaskan bahwa seluruh kontrak terkait pengadaan LNG sudah terjadi pada periode 2011–2014, jauh sebelum ia dilantik sebagai Komisaris Utama pada tahun 2019.

Meskipun kasus ini sudah terjadi sebelum masa jabatannya, Ahok mengungkapkan bahwa ia dan timnya menemukan dugaan korupsi tersebut pada Januari 2020. Setelah penemuan itu, ia melaporkan temuan tersebut kepada Menteri BUMN, yang kemudian diteruskan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ditindaklanjuti.

Sebagai bagian dari proses hukum, Ahok diperiksa oleh KPK dalam kapasitasnya sebagai Komisaris Utama Pertamina. Dalam perkara ini, mantan Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan, divonis bersalah dan dijatuhi pidana 9 tahun penjara serta denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Karen Agustiawan terbukti terlibat dalam praktik korupsi terkait pengadaan LNG di Pertamina selama periode 2011–2014.

Karen Agustiawan, mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009–2014, divonis bersalah dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) di Pertamina. Ia dijatuhi pidana 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim. Ia terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebelumnya, Karen Agustiawan dituntut dengan pidana 11 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, dengan subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, jaksa penuntut umum KPK juga meminta agar majelis hakim memutuskan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan 104.000 dolar AS, dengan ancaman subsider 2 tahun penjara jika uang tersebut tidak dibayar.

Tidak hanya Karen, KPK juga mengembangkan perkara ini dan menetapkan dua tersangka baru dalam kasus tersebut. Penyidik KPK mengumumkan pada 2 Juli 2024 bahwa dua tersangka baru dengan inisial HK dan YA telah ditetapkan dalam kaitannya dengan dugaan korupsi dalam pengadaan LNG di PT Pertamina.

Jaksa KPK juga meminta agar perusahaan Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL), yang terlibat dalam transaksi LNG tersebut, untuk membayar uang pengganti sebesar 113,83 juta dolar AS.

Tinggalkan Balasan