MK kabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dkk soal UU Cipta Kerja

Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia telah mengabulkan sebagian permohonan uji materi yang diajukan oleh Partai Buruh dan sejumlah federasi serikat pekerja terkait Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Dalam putusan yang dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo, Kamis, MK memutuskan untuk menerima sebagian permohonan tersebut, sementara sebagian lainnya ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima.

MK mengabulkan pengujian konstitusional terhadap 21 norma dalam UU Cipta Kerja yang dimohonkan oleh para pemohon. Beberapa pasal yang berhasil diuji mencakup aturan mengenai ketenagakerjaan, seperti penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja alih daya (outsourcing), cuti, serta ketentuan upah dan minimum upah. Pasal-pasal tersebut diatur dalam klaster yang berfokus pada hak-hak pekerja, termasuk hak atas upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan uang pesangon.

Namun, permohonan terkait Pasal 156 ayat (4) dinyatakan tidak dapat diterima karena dinilai masih prematur. Permohonan yang diajukan oleh Partai Buruh bersama beberapa federasi serikat pekerja, termasuk Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), bertujuan untuk merevisi ketentuan yang dianggap merugikan pekerja.

Keputusan MK ini memiliki dampak signifikan bagi sektor ketenagakerjaan di Indonesia, terutama dalam aspek perlindungan hak-hak buruh, dan menandakan respons hukum terhadap tuntutan pekerja yang menilai UU Cipta Kerja kurang memperhatikan kesejahteraan mereka.

Berikut beberapa informasi tambahan yang relevan terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Cipta Kerja dan tuntutan buruh di Indonesia:

  1. Poin Penting Putusan MK: MK memutuskan untuk mengabulkan sebagian uji materi dari 21 norma yang diajukan oleh Partai Buruh dan serikat pekerja lainnya. Norma-norma ini terkait dengan hak-hak dasar pekerja, seperti penggunaan tenaga kerja asing (TKA), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), outsourcing, ketentuan upah minimum, hak cuti, dan pesangon. Norma lainnya yang tidak dikabulkan dinilai prematur atau tidak beralasan hukum.
  2. Latar Belakang Tuntutan: Para pemohon, termasuk Partai Buruh dan federasi serikat pekerja, menilai beberapa ketentuan dalam UU Cipta Kerja merugikan pekerja, khususnya dalam hal keamanan kerja, perlindungan upah, dan hak-hak cuti. UU Cipta Kerja, yang awalnya dirancang untuk mendorong investasi dan memperbaiki iklim usaha, mendapatkan banyak kritik karena dianggap kurang memperhatikan hak buruh.
  3. Reaksi Serikat Pekerja: Keputusan MK disambut baik oleh sejumlah serikat pekerja, meski masih terdapat kekhawatiran mengenai beberapa poin lain dalam UU Cipta Kerja yang belum dikabulkan oleh MK. Ribuan buruh sebelumnya berkumpul dan melakukan aksi demonstrasi untuk mengawal putusan ini.
  4. Implikasi Putusan: Putusan MK ini menunjukkan bahwa sebagian dari isi UU Cipta Kerja perlu direvisi untuk memenuhi ketentuan konstitusi dan memastikan perlindungan yang lebih baik bagi para pekerja. Hal ini menjadi langkah penting dalam memperjuangkan hak-hak pekerja dan memastikan keselarasan regulasi dengan hak konstitusional para buruh di Indonesia.

4o

Tinggalkan Balasan