Komisi III DPR dorong penggunaan CCTV dalam perbaikan penegakan hukum

Komisi III DPR memang memiliki peran penting dalam mendorong perbaikan sistem penegakan hukum di Indonesia, dan penggunaan CCTV adalah salah satu langkah yang dapat meningkatkan transparansi serta akuntabilitas dalam proses hukum. Dengan adanya CCTV yang berfungsi dengan baik di berbagai titik penting, terutama di tempat-tempat yang rawan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia atau penyalahgunaan wewenang, bisa memastikan bahwa semua proses hukum berlangsung secara adil dan sesuai prosedur.

Sebagai tambahan, penggunaan CCTV juga bisa menjadi langkah preventif yang efektif dalam mengurangi kasus-kasus kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum, seperti yang terjadi dalam kasus yang kamu sebutkan sebelumnya di Polres Tasikmalaya. Rekaman CCTV bisa menjadi alat bukti yang kuat dalam proses penyidikan, sekaligus memberikan perlindungan terhadap hak-hak tersangka atau terduga pelaku kejahatan.

Namun, untuk memastikan bahwa CCTV benar-benar efektif, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti memastikan semua CCTV berfungsi dengan baik dan tidak ada kendala teknis, memperpanjang durasi penyimpanan rekaman, serta melakukan pemantauan secara rutin untuk memastikan tidak ada manipulasi terhadap rekaman yang ada.

Selain itu, selain teknologi, perbaikan dalam pelatihan dan etika kerja aparat kepolisian juga harus menjadi bagian dari reformasi yang lebih besar agar penegakan hukum di Indonesia lebih adil dan profesional.

Bagaimana menurutmu, apakah selain CCTV, ada teknologi lain yang bisa membantu dalam perbaikan penegakan hukum?

Dari apa yang disampaikan oleh Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mendorong penggunaan CCTV di lingkungan kepolisian memang bisa menjadi langkah yang penting dalam meningkatkan penegakan hukum di Indonesia. Pengawasan dengan teknologi seperti CCTV bisa memberikan bukti yang jelas dan objektif terkait peristiwa yang terjadi, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum.

Salah satu poin penting yang dia sebutkan adalah mengenai biaya pemasangan CCTV yang kini terbilang lebih terjangkau. Dengan harga yang lebih murah dan kemampuan untuk memantau rekaman melalui ponsel, memasang CCTV di berbagai titik, seperti ruang penyidikan atau ruang tahanan, jadi lebih praktis dan ekonomis.

Pemasangan CCTV tidak hanya akan menguntungkan pihak yang terlibat dalam penegakan hukum, tapi juga bisa melindungi hak-hak individu yang sedang dalam proses hukum, terutama anak di bawah umur yang rentan terhadap kekerasan atau perlakuan tidak adil. Seperti yang terjadi pada kasus yang ditangani Polres Tasikmalaya Kota, di mana ada dugaan kekerasan terhadap anak-anak tersebut, rekaman CCTV bisa menjadi alat pembuktian yang vital.

Selain itu, kehadiran CCTV juga akan memperkuat tugas Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) untuk mengawasi dan menilai kinerja anggota kepolisian dalam melaksanakan tugas mereka. Jika CCTV terpasang dengan baik dan diawasi secara rutin, hal ini akan mengurangi potensi tindakan yang melanggar hukum atau tidak sesuai dengan standar etika profesi.

Secara keseluruhan, penggunaan CCTV ini bisa menjadi langkah positif dalam reformasi kepolisian, menjaga transparansi, dan memastikan akuntabilitas dalam penegakan hukum. Bagaimana menurutmu, apakah pengawasan seperti ini akan membuat proses hukum di Indonesia lebih transparan dan adil?

Situasi yang dijelaskan ini memang memperlihatkan sejumlah masalah besar terkait dengan transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum. Kejadian di Polres Tasikmalaya Kota, dengan CCTV yang mati akibat renovasi gedung dan penghapusan rekaman yang sangat cepat, menambah keraguan terhadap proses hukum yang berlangsung. Jika rekaman CCTV bisa menjadi alat pembuktian yang objektif, ketidakmampuan untuk mengakses bukti rekaman yang mungkin ada saat kejadian bisa sangat merugikan.

Keberadaan CCTV yang tidak berfungsi atau memiliki batasan waktu penyimpanan yang sangat singkat, seperti yang disebutkan oleh Kombes Pol. Adiwijaya, bisa menghilangkan peluang untuk mengungkapkan kejadian yang sebenarnya. Dalam konteks kasus yang melibatkan anak di bawah umur, di mana prosedur hukum harus dilaksanakan dengan hati-hati dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, ketidakhadiran bukti yang bisa memvalidasi atau membantah klaim tentang kekerasan dalam pemeriksaan menjadi sangat problematik.

Selain itu, jika barang bukti yang diajukan di persidangan tidak relevan dengan kasus pengeroyokan, ini semakin menunjukkan bahwa ada kejanggalan dalam proses penyidikan. Pihak yang terlibat, termasuk kuasa hukum dan anggota DPR RI seperti Rieke Diah Pitaloka, yang melaporkan ke Komisi III, berperan penting dalam memperjuangkan keadilan untuk anak-anak yang diduga menjadi korban ketidakadilan ini.

Langkah-langkah seperti mendorong penggunaan CCTV yang berfungsi di setiap titik penting, serta memperpanjang durasi penyimpanan rekaman, adalah langkah preventif yang krusial untuk menghindari masalah serupa di masa depan. Pengawasan internal yang lebih ketat terhadap kinerja polisi, termasuk dalam hal rekaman CCTV, akan memperkecil potensi pelanggaran hak asasi manusia dan memastikan bahwa prosedur hukum diterapkan dengan benar.

Menurutmu, apa yang sebaiknya dilakukan lebih lanjut oleh Komisi III atau pihak berwenang agar masalah seperti ini tidak terulang di masa depan?

Tinggalkan Balasan