Mahkamah Agung (MA) telah memperberat vonis mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair (LNG). Vonis yang sebelumnya adalah 9 tahun penjara, kini menjadi 13 tahun penjara. Selain itu, MA juga menjatuhkan denda sebesar Rp650 juta, yang jika tidak dibayar, akan digantikan dengan 6 bulan kurungan.
Putusan kasasi ini diputuskan pada Jumat, dengan Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto sebagai ketua majelis, bersama anggota hakim Sinintha Yuliansih Sibarani dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo. Agustina Dyah Prasetyaningsih bertindak sebagai panitera pengganti. MA memutuskan untuk memperbaiki kualifikasi dan pidana dari putusan pengadilan banding yang sebelumnya menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama.
Karen Agustiawan terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Ia terlibat dalam kasus pengadaan LNG di PT Pertamina pada 2011 hingga 2014 yang merugikan negara hingga 113,84 juta dolar AS (sekitar Rp1,77 triliun).
Dalam perkara ini, Karen didakwa memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan 104.016 dolar AS (sekitar Rp1,62 miliar) serta memperkaya perusahaan CCL dengan 113,84 juta dolar AS. Ia juga didakwa memberi persetujuan untuk pengembangan bisnis gas di kilang LNG di AS tanpa analisis yang memadai.
Mahkamah Agung (MA) telah memperberat vonis mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair (LNG). Vonis yang sebelumnya 9 tahun penjara kini menjadi 13 tahun penjara. Selain itu, MA juga menjatuhkan denda sebesar Rp650 juta yang, jika tidak dibayar, akan digantikan dengan 6 bulan kurungan. Denda ini lebih tinggi dibandingkan dengan denda yang dijatuhkan pada putusan sebelumnya, yang sebesar Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Putusan ini adalah hasil dari kasasi yang diputuskan pada Jumat ini dengan nomor perkara 1076 K/PID.SUS/2025. Majelis kasasi, yang menolak permohonan kasasi dari Karen Agustiawan maupun jaksa penuntut umum KPK, memutuskan untuk memperbaiki kualifikasi dan pidana dari putusan pengadilan banding yang sebelumnya menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama.
Karen Agustiawan terbukti melanggar Pasal 3 Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 juncto Pasal 64 KUHP dalam kasus pengadaan LNG di PT Pertamina yang merugikan negara hingga 113,84 juta dolar AS (sekitar Rp1,77 triliun).
Putusan kasasi terhadap mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, diumumkan pada Jumat ini. Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto memimpin majelis yang juga dianggotai oleh Hakim Agung Sinintha Yuliansih Sibarani dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo, dengan Agustina Dyah Prasetyaningsih bertindak sebagai panitera pengganti. Dalam putusannya, MA memperberat vonis Karen Agustiawan menjadi 13 tahun penjara, bersama dengan denda sebesar Rp650 juta yang jika tidak dibayar, akan digantikan dengan 6 bulan kurungan.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Jakarta memperkuat vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Karen Agustiawan. Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan menerima permohonan banding dari penuntut umum dan penasihat hukum terdakwa, namun hanya mengubah keputusan terbatas pada amar putusan terkait barang bukti.
Pada tingkat pertama, Karen Agustiawan dijatuhi vonis 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan LNG di Pertamina pada 2011 hingga 2014 yang merugikan negara hingga Rp1,77 triliun.
Karen Agustiawan terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dalam perkara ini, Karen didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar AS, atau sekitar Rp1,77 triliun, akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina pada periode 2011 hingga 2014.
Selain merugikan negara, Karen didakwa memperkaya diri pribadi sebesar Rp1,09 miliar dan 104.016 dolar AS (sekitar Rp1,62 miliar). Ia juga didakwa memperkaya korporasi, yaitu CCL, dengan nilai sekitar 113,84 juta dolar AS (sekitar Rp1,77 triliun).
Selain itu, Karen juga didakwa memberikan persetujuan untuk pengembangan bisnis gas di beberapa kilang LNG potensial di Amerika Serikat tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas. Ia hanya memberikan izin prinsip tanpa dasar justifikasi yang memadai, baik dari sisi teknis, ekonomis, maupun analisis risiko yang cukup. Ini menambah berat tuduhan terhadapnya dalam kasus ini.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.