Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pencegahan terhadap Agustiani Tio Fridelina untuk bepergian ke luar negeri terkait dengan perkara yang melibatkan Hasto Kristiyanto. Tindakan ini diambil karena KPK membutuhkan keterangan dari Agustiani dalam penyidikan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang melibatkan Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, serta beberapa pihak lainnya, termasuk Harun Masiku dan Wahyu Setiawan.
Agustiani Tio Fridelina sebelumnya juga diketahui memiliki keterlibatan dalam pengiriman uang suap terkait dengan penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI terpilih. Keterangan dari Agustiani sangat penting bagi penyidikan, sehingga pencegahan keluar negeri ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa dia tetap berada di Indonesia dan dapat memberikan keterangan yang dibutuhkan oleh KPK.
Pencegahan ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk mengungkap secara lebih mendalam keterlibatan semua pihak dalam rangkaian kasus ini, termasuk peran yang dimainkan oleh Agustiani dalam proses penyuapan dan perintangan penyidikan. Tindakan ini juga menegaskan komitmen KPK untuk memastikan bahwa penyidikan berjalan lancar dan tidak ada pihak yang berusaha menghindar dari hukum.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memberlakukan larangan bepergian ke luar negeri terhadap Agustiani Tio Fridelina dan suaminya terkait dengan penyidikan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019–2024. Tindakan ini diambil karena keterangan Agustiani dan suaminya sangat diperlukan oleh KPK, terutama dalam hal perintangan penyidikan yang terjadi dalam kasus tersebut.
Larangan bepergian ke luar negeri ini berlaku sejak 15 Januari 2025 dan akan berlangsung selama enam bulan, dengan kemungkinan perpanjangan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut. Langkah ini sudah dikoordinasikan dengan Direktorat Jenderal Imigrasi untuk memastikan bahwa Agustiani dan suaminya tidak dapat meninggalkan Indonesia selama periode tersebut.
Pencegahan ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk mengungkap lebih jauh keterlibatan Agustiani Tio Fridelina dalam kasus korupsi yang melibatkan sejumlah pihak, termasuk anggota DPR dan penyelenggara negara lainnya. Keberadaan Agustiani di Indonesia selama penyidikan diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh pihak yang terlibat dapat dimintai keterangan dan bertanggung jawab atas peran mereka dalam perkara tersebut.
Pada Selasa, 24 Desember 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Hasto Kristiyanto (HK), Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, dan Donny Tri Istiqomah (DTI), seorang advokat. Penetapan ini menambah kedalaman dalam penyidikan kasus yang sudah melibatkan Harun Masiku, Saeful Bahri, Wahyu Setiawan, dan Agustiani Tio Fridelina.
Menurut Ketua KPK Setyo Budiyanto, Hasto Kristiyanto terlibat dalam mengatur dan mengendalikan Donny Tri Istiqomah untuk melobi Wahyu Setiawan, seorang anggota KPU, agar menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumsel I. Hasto juga diketahui mengendalikan DTI untuk mengambil dan mengantarkan uang suap yang diberikan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.
Dalam rangkaian suap yang terjadi antara 16 hingga 23 Desember 2019, total uang yang diserahkan kepada Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina mencapai 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS. Suap tersebut bertujuan untuk memastikan Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 dari Dapil Sumsel I.
Dengan penetapan HK dan DTI sebagai tersangka baru, KPK semakin mendalami jaringan korupsi yang melibatkan beberapa pihak dalam upaya untuk mempengaruhi keputusan penyelenggara pemilu dan memastikan kursi DPR bagi Harun Masiku. Kasus ini menjadi sorotan besar karena melibatkan berbagai tokoh politik dan penyelenggara negara, serta mencerminkan praktik penyuapan dalam proses pemilu.
Selain terlibat dalam kasus suap terkait penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR, Hasto Kristiyanto juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara obstruction of justice (perintangan penyidikan). Tersangka ini menunjukkan bahwa Hasto tidak hanya terlibat dalam pemberian suap, tetapi juga diduga menghalangi jalannya penyidikan yang sedang dilakukan oleh KPK. Hal ini semakin memperburuk posisinya dalam kasus ini, karena perintangan terhadap penyidikan merupakan pelanggaran serius yang dapat dikenakan sanksi hukum tambahan.
Sementara itu, Harun Masiku, yang sudah lama menjadi buronan KPK, juga ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara, khususnya kepada anggota KPU Wahyu Setiawan. Hal ini terkait dengan upaya Harun Masiku untuk memastikan dirinya ditetapkan sebagai anggota DPR RI terpilih periode 2019–2024 dari Dapil Sumsel I.
Namun, meskipun Harun Masiku telah ditetapkan sebagai tersangka sejak lama, ia selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK dan gagal untuk hadir dalam proses hukum. Akibatnya, Harun Masiku dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020. Status DPO ini menunjukkan bahwa KPK masih berusaha mencari dan menangkapnya untuk memastikan bahwa ia dapat dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang telah dilakukannya.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.