Wamenkum nilai revisi KUHAP diperlukan untuk selaraskan KUHP baru

Wakil Menteri Hukum Edward Hiariej menekankan bahwa revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sangat diperlukan untuk menyelaraskan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. KUHP baru yang akan diterapkan pada 2 Januari 2026 mengandung berbagai perubahan yang signifikan dalam cara sistem peradilan pidana dijalankan, termasuk penekanan pada prinsip-prinsip keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif.

Dalam KUHP baru, pendekatan terhadap hukuman dan proses peradilan lebih berfokus pada pemulihan dan rehabilitasi pelaku, serta pemulihan kerugian bagi korban, bukan lagi hanya pada balas dendam atau hukuman semata. Oleh karena itu, agar sistem peradilan Indonesia berjalan lebih adil dan efisien, revisi KUHAP diperlukan untuk mencocokkan dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam KUHP baru tersebut.

Selain itu, revisi ini juga penting untuk mengubah paradigma yang ada dalam KUHAP lama, yang lebih mengutamakan efisiensi dan pengendalian kejahatan (crime control model) daripada perlindungan hak asasi manusia dan proses hukum yang adil (due process of law). Dalam kerangka due process of law, asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) lebih ditegakkan, sementara dalam model lama, ada kecenderungan mengarah pada presumption of guilt.

Revisi KUHAP juga semakin mendesak, mengingat bahwa KUHP baru akan mulai diterapkan pada 2026. Oleh karena itu, pembaruan ini harus segera dilakukan agar sistem peradilan Indonesia dapat berjalan sesuai dengan semangat politik hukum yang terkandung dalam KUHP baru, dan memastikan bahwa hak-hak setiap individu yang terlibat dalam proses peradilan terlindungi dengan baik.

Wakil Menteri Hukum Edward Hiariej menegaskan bahwa revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sangat penting untuk menyelaraskan dengan perubahan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan diterapkan pada 2 Januari 2026. Menurut Eddy, reformasi hukum yang ada dalam KUHP baru mencakup banyak perkembangan penting, seperti penguatan prinsip keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif, yang membutuhkan penyesuaian dalam sistem peradilan pidana yang diatur oleh KUHAP.

Reformasi KUHAP ini dianggap sebagai langkah yang tak terhindarkan dan harus diselesaikan pada tahun ini agar sistem peradilan pidana Indonesia dapat berjalan seiring dengan semangat pembaharuan dalam KUHP baru. Dengan adanya perubahan besar dalam cara hukum pidana diterapkan, revisi KUHAP bertujuan untuk memastikan bahwa peraturan-peraturan prosedural yang ada mendukung tercapainya tujuan-tujuan hukum yang lebih manusiawi dan berorientasi pada rehabilitasi serta pemulihan.

Penjelasan Wakil Menteri Hukum Edward Hiariej mengenai perbedaan mendasar antara kerangka due process of law dan crime control model menunjukkan pentingnya pembaruan dalam sistem peradilan pidana Indonesia. KUHP baru, menurut Eddy, berfokus pada keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif, yang mengutamakan pemulihan pelaku tindak pidana dan korban, bukan sekadar pembalasan atau hukuman. Hal ini memerlukan sistem peradilan yang lebih menghormati hak asasi manusia dan mengedepankan prinsip due process of law, yaitu proses hukum yang adil.

Sementara itu, KUHAP lama cenderung mengadopsi crime control model, yang lebih menekankan pada efisiensi dan pengendalian kejahatan. Dalam model ini, kualitas proses hukum sering kali dikorbankan demi kuantitas atau kecepatan penyelesaian kasus. Misalnya, dalam hal pembatasan waktu penahanan dan proses penuntutan yang sangat ketat, yang lebih mengutamakan kuantitas daripada kualitas pemeriksaan dan pengambilan keputusan.

Perbedaan signifikan lainnya adalah pada asas praduga yang diterapkan. Due process of law menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah (presumption of innocence), yang berarti seseorang dianggap tidak bersalah hingga terbukti sebaliknya. Sebaliknya, crime control model lebih cenderung mengarah pada praduga bersalah (presumption of guilt), yang dapat mengurangi perlindungan terhadap hak-hak terdakwa.

Dengan adanya pergeseran menuju prinsip keadilan yang lebih restoratif dan rehabilitatif dalam KUHP baru, sistem peradilan pidana harus diubah agar lebih berfokus pada proses yang adil, menjaga hak-hak individu, serta memastikan kualitas dalam setiap tahap peradilan. Inilah alasan utama mengapa revisi KUHAP diperlukan untuk menciptakan sistem peradilan yang lebih adil dan sejalan dengan prinsip-prinsip internasional.

Pernyataan Wakil Menteri Hukum Edward Hiariej menggarisbawahi pentingnya revisi KUHAP untuk menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang terkandung dalam KUHP baru. Eddy menjelaskan bahwa dalam KUHP yang saat ini berlaku, penangkapan terhadap seseorang yang diduga keras telah melakukan tindak pidana dilakukan berdasarkan “bukti permulaan yang cukup.” Ini menggambarkan strong presumption of guilt atau praduga bersalah yang dapat berisiko mengabaikan hak-hak terdakwa. Hal ini menunjukkan bahwa KUHAP lama tidak sepenuhnya mengadopsi prinsip due process of law (proses hukum yang adil), yang merupakan landasan penting dalam sistem peradilan yang menghormati hak asasi manusia.

Untuk itu, revisi KUHAP sangat diperlukan untuk menyesuaikan prosedur peradilan pidana dengan semangat yang lebih mengutamakan keadilan yang berbasis pada rehabilitasi dan pemulihan, sebagaimana diatur dalam KUHP baru. Pembaruan ini juga bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada presumption of guilt dan lebih menekankan pada prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence).

Terkait dengan pembahasan RUU tentang Perubahan KUHAP, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyetujui RUU ini sebagai RUU usul inisiatif DPR. Pembicaraan lebih lanjut mengenai revisi KUHAP mulai dilakukan oleh Komisi III DPR dengan melibatkan berbagai narasumber, termasuk Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. RUU KUHAP juga telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025, yang menunjukkan betapa pentingnya pembaruan ini mengingat KUHP baru akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026.

Pengesahan KUHAP yang baru dianggap vital karena KUHAP berfungsi sebagai hukum acara untuk mengoperasikan KUHP sebagai hukum materiil. Oleh karena itu, semangat politik hukum dalam KUHAP harus selaras dengan semangat politik hukum dalam KUHP baru, agar sistem peradilan pidana Indonesia dapat berjalan dengan lebih baik, berkeadilan, dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional.

Tinggalkan Balasan