KKP perkuat sinergi lintas sektor implementasikan nilai ekonomi karbon

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus memperkuat sinergi lintas sektor dalam rangka mempercepat implementasi nilai ekonomi karbon (NEK) di sektor kelautan. Langkah ini bertujuan untuk mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) serta memajukan perekonomian Indonesia. Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Victor Gustaaf Manoppo, menjelaskan bahwa NEK merupakan instrumen penting dalam pengurangan emisi GRK sektor kelautan.

Permen KP Nomor 1 Tahun 2025 memberikan landasan hukum untuk perdagangan karbon dan pembayaran berbasis kinerja (PBK) dalam subsektor kelautan. Dengan adanya kebijakan ini, KKP berharap mekanisme perdagangan emisi dan offset emisi dapat diterapkan secara lebih terstruktur. Selain itu, kebijakan ini memberikan insentif berbasis capaian pengurangan emisi, terutama pada ekosistem karbon biru, perikanan tangkap, budidaya ikan berkelanjutan, serta industri pengolahan dan pemasaran hasil laut.

Namun, tantangan besar yang dihadapi dalam implementasi NEK adalah keterbatasan data baseline emisi, metode perhitungan karbon dari ekosistem karbon biru, serta perlunya harmonisasi kebijakan lintas sektor. Oleh karena itu, KKP menggandeng mitra kerjasama seperti Konservasi Indonesia, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), dan Global Green Growth Institute (GGGI) untuk memastikan kebijakan ini dapat dilaksanakan secara efektif.

Pentingnya koordinasi antar sektor ini didukung oleh Asisten Deputi Produksi Pangan dan Perubahan Iklim Kemenko Pangan, Fajar Nuradi, yang mengapresiasi upaya KKP. Fajar berharap bahwa rapat lanjutan pada Maret 2025 dapat menghasilkan keputusan yang lebih konkret dalam bentuk Keputusan Presiden (Keppres) atau Keputusan Menteri Koordinator (Kepmenko) terkait kewenangan dalam implementasi kebijakan ini.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, juga menegaskan komitmen KKP untuk menjaga dan memperluas kawasan konservasi ekosistem karbon biru di perairan Indonesia. Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk melestarikan keanekaragaman hayati laut, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir yang bergantung pada sumber daya alam laut.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sedang memperkuat sinergi dengan berbagai pihak untuk mempercepat implementasi nilai ekonomi karbon (NEK) di sektor kelautan, yang diharapkan dapat memajukan perekonomian Indonesia. NEK, yang merupakan instrumen penting dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), berfokus pada sektor kelautan.

Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Victor Gustaaf Manoppo, langkah ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Sektor Kelautan. Permen tersebut memberikan landasan hukum yang memungkinkan adanya perdagangan karbon dan pembayaran berbasis kinerja (PBK) di subsektor kelautan. Meskipun saat ini NEK sektor kelautan masih bersifat kualitatif dan belum memiliki target pengurangan emisi yang terukur, kebijakan tersebut membuka peluang bagi implementasi mekanisme perdagangan emisi dan offset emisi di sektor kelautan.

Pembayaran berbasis kinerja juga akan memberikan insentif bagi pihak-pihak yang berhasil mengurangi emisi, khususnya di ekosistem karbon biru, perikanan tangkap, budidaya ikan berkelanjutan, dan industri pengolahan serta pemasaran hasil laut.

Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Muhammad Yusuf, menyoroti tantangan utama dalam implementasi NEK sektor kelautan, termasuk keterbatasan data baseline emisi, metode perhitungan karbon dari ekosistem karbon biru, serta tantangan dalam aspek legal dan kebijakan yang membutuhkan harmonisasi lintas sektor.

Koordinasi dengan sektor-sektor terkait dan mitra kerja sama, seperti Konservasi Indonesia, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), dan Global Green Growth Institute (GGGI), sangat penting untuk memastikan efektivitas kebijakan dan menghindari tumpang tindih kebijakan serta disharmoni dalam pelaksanaannya.

Fajar Nuradi, Asisten Deputi Produksi Pangan dan Perubahan Iklim Kemenko Pangan, mengapresiasi inisiatif yang dilakukan KKP dan berharap akan ada rapat lanjutan pada Maret 2025 untuk membahas kewenangan dan menghasilkan keputusan, baik dalam bentuk Keputusan Presiden (Keppres) atau Keputusan Menteri Koordinator (Kepmenko).

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan komitmen KKP untuk menjaga dan memperluas kawasan konservasi ekosistem karbon biru di perairan Indonesia, dengan tujuan untuk melestarikan keanekaragaman hayati laut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Tinggalkan Balasan