Rusia tegaskan komitmen terhadap kedaulatan Suriah

Rusia menegaskan komitmennya terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Suriah dalam pertemuan yang diadakan pada Sabtu, 7 Desember dengan mitra dari Turki dan Iran. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, mengungkapkan bahwa Rusia tetap mendukung persatuan Suriah dan menyerukan agar aktivitas permusuhan segera dihentikan. Dalam pertemuan tersebut, Lavrov menyatakan bahwa Rusia, Turki, dan Iran sepakat untuk memastikan implementasi penuh Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254, yang mendesak dialog antara pemerintah Suriah dan oposisi.

Lavrov juga mengkritik Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok oposisi yang terlibat dalam perebutan wilayah Suriah, karena melanggar perjanjian yang telah disepakati, khususnya terkait Resolusi 2254. Ia menyebutkan bahwa pada 2018 dan 2020, dalam kerangka Format Astana, telah ada dua perjanjian yang berkomitmen untuk tidak membiarkan HTS menguasai Idlib, namun perjanjian tersebut belum dilaksanakan dan sekarang dilanggar.

Pada Minggu dini hari, setelah pertemuan Lavrov, Damaskus, ibu kota Suriah, jatuh ke tangan pasukan anti-rezim, menandai berakhirnya 61 tahun kekuasaan Partai Baath. Keberadaan Bashar al-Assad, presiden Suriah yang digulingkan, belum diketahui.

Lavrov juga menyalahkan Amerika Serikat atas ketegangan yang terjadi di Timur Tengah, menuduh AS menggunakan teroris seperti HTS untuk memperkuat pengaruh geopolitiknya di kawasan tersebut. Ia mengecam upaya AS yang mendukung serangan dari wilayah de-eskalasi Idlib yang dikuasai oleh HTS.

Berikut adalah beberapa topik terkait dengan komitmen Rusia terhadap kedaulatan Suriah dan peran yang dimainkan oleh negara tersebut dalam konflik Suriah:

  1. Dukungan Rusia untuk Kedaulatan Suriah Rusia telah lama menyatakan dukungannya terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Suriah. Pada pertemuan yang diadakan pada 7 Desember 2024 dengan Turki dan Iran, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menegaskan kembali komitmen Rusia terhadap Suriah dengan menyerukan segera diakhirinya permusuhan dan pelaksanaan penuh Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254, yang mencakup dialog antara pemerintah Suriah dan oposisi.
  2. Pencapaian Forum Astana dalam Menangani Konflik Suriah Dalam pertemuan dengan Turki dan Iran, Lavrov juga membahas pentingnya kerangka Format Astana, sebuah forum diplomatik yang telah menghasilkan beberapa perjanjian untuk meredakan ketegangan di Suriah, termasuk pencegahan kelompok seperti Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dari menguasai wilayah Suriah, khususnya Idlib. Namun, meskipun sudah ada perjanjian pada 2018 dan 2020, HTS masih melanggar kesepakatan ini, yang menjadi salah satu sorotan utama Rusia.
  3. Kritik Terhadap AS dan Dukungan kepada HTS Lavrov juga mengkritik peran Amerika Serikat (AS) dalam konflik Suriah, menuduh Washington memperburuk situasi dengan mendukung kelompok-kelompok teroris seperti HTS untuk mencapai tujuan geopolitiknya. AS diduga berusaha memperkuat pengaruhnya di Timur Tengah dengan mendukung serangan dari wilayah yang dikuasai HTS di Idlib, yang merupakan wilayah zona de-eskalasi.
  4. Perkembangan Konflik Suriah Pada 8 Desember 2024, pasukan anti-rezim berhasil merebut Damaskus, ibu kota Suriah, dari kekuasaan pemerintah Bashar al-Assad, yang telah berkuasa selama 61 tahun. Keberadaan Assad setelah jatuhnya Damaskus masih tidak diketahui, sementara perang saudara yang dimulai pada 2011 terus menimbulkan ketegangan regional.
  5. Peran Rusia dalam Konflik Suriah Rusia telah menjadi sekutu utama bagi Bashar al-Assad, memberikan dukungan militer dan diplomatik yang sangat penting untuk bertahan selama perang saudara. Intervensi militer Rusia pada 2015 berperan dalam mengubah jalannya perang, membantu Assad merebut kembali sebagian besar wilayah Suriah.

Tinggalkan Balasan