Peneliti Pusat Riset Agama dan Kepercayaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kustini, mengungkapkan bahwa Masjid Istiqlal adalah salah satu rumah ibadah yang menerapkan prinsip ramah lingkungan. Menurutnya, masjid terbesar di Asia Tenggara ini menggunakan teknologi yang mengurangi dampak lingkungan, seperti keran air beraliran rendah dan sistem daur ulang air, yang berhasil memangkas penggunaan air hingga 36%.
Masjid Istiqlal juga telah mendapatkan penghargaan Excellence in Design for Green Efficiencies (EDGE) dan menjadi masjid pertama di dunia yang diakui sebagai green building. Kustini menyoroti bahwa masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai contoh penerapan praktik berkelanjutan.
Selain Istiqlal, contoh lain dari masjid ramah lingkungan adalah Masjid Jami’ Al Ilham di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang mengumpulkan air hujan dan air wudu untuk pengairan sawah dan kebun wakaf. Sementara itu, Masjid Nasional Al Akbar Surabaya telah memasang 24 panel surya yang dapat memproduksi sekitar 40 kWh listrik setiap hari.
Kustini menjelaskan bahwa SK Dirjen Bimas Islam Nomor 463 Tahun 2024 menetapkan kriteria untuk masjid ramah, meliputi aspek pola pikir, keterampilan, ekosistem, dan sarana prasarana. Lima jenis masjid ramah yang diidentifikasi adalah masjid ramah anak dan perempuan, ramah difabel dan lansia, ramah lingkungan, ramah keragaman, serta ramah musafir dan dhuafa.
Penerapan masjid ramah lingkungan berpedoman pada aspek idarah (manajemen), imarah (memakmurkan), dan riayah (pemeliharaan) masjid. Contoh penerapan dalam bidang idarah mencakup kebijakan hemat energi, pengurangan penggunaan kertas melalui digitalisasi, serta program pengelolaan dan pengurangan sampah.
Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kustini, mengemukakan bahwa Masjid Istiqlal di Jakarta merupakan contoh rumah ibadah yang menerapkan prinsip ramah lingkungan. Masjid terbesar di Asia Tenggara ini telah mengimplementasikan berbagai teknologi untuk mengurangi dampak lingkungan, seperti penggunaan keran air beraliran rendah dan sistem daur ulang air. Langkah ini berhasil memangkas konsumsi air masjid hingga 36%.
Masjid Istiqlal juga diakui dengan penghargaan Excellence in Design for Green Efficiencies (EDGE) dan menjadi yang pertama di dunia mendapatkan predikat sebagai green building untuk rumah ibadah. Selain itu, masjid ini memberikan inspirasi bagi penerapan prinsip berkelanjutan di berbagai rumah ibadah lainnya.
Contoh lain yang disebutkan Kustini adalah Masjid Jami’ Al Ilham di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang memanfaatkan air hujan dan air wudu untuk irigasi sawah dan kebun wakaf. Masjid Nasional Al Akbar di Surabaya juga telah memasang 24 panel surya yang menghasilkan sekitar 40 kWh listrik setiap hari.
Kustini menjelaskan bahwa pedoman untuk masjid ramah lingkungan tercantum dalam SK Dirjen Bimas Islam Nomor 463 Tahun 2024, yang menetapkan kriteria dalam aspek manajemen, pengembangan, dan pemeliharaan. Ada lima jenis masjid ramah, antara lain ramah anak dan perempuan, ramah difabel dan lansia, ramah lingkungan, ramah keragaman, serta ramah musafir dan dhuafa.
Dengan pendekatan ini, Kustini berharap masjid dapat menjadi contoh dalam menerapkan kebijakan lingkungan yang baik, seperti pengelolaan sampah, penghematan energi, dan digitalisasi untuk mengurangi penggunaan kertas.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.