Komisi III DPR RI menyebutkan bahwa urgensi penyusunan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah untuk menyelaraskan nilai-nilai yang ada dalam KUHAP dengan prinsip-prinsip yang akan diterapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. KUHP yang baru akan berlaku pada 1 Januari 2026, dan membawa perubahan dalam hal penerapan nilai-nilai hukum yang lebih mengutamakan restorative justice (keadilan restoratif), rehabilitatif (pemulihan), serta restitutif (penggantian kerugian). Nilai-nilai ini membutuhkan penyesuaian dalam prosedur hukum pidana yang diatur dalam KUHAP.
Habiburokhman, Ketua Komisi III DPR RI, menekankan pentingnya penyusunan RUU KUHAP yang baru agar tidak ada kesenjangan antara aturan materiil dalam KUHP yang baru dengan prosedur hukum yang ada di KUHAP. RUU KUHAP baru juga harus mencakup perubahan yang terjadi, seperti pembaruan dalam pasal-pasal terkait penahanan yang disesuaikan dengan perkembangan hukum dan putusan Mahkamah Konstitusi.
Lebih lanjut, pembahasan RUU KUHAP ini telah dimulai, dan DPR RI berkomitmen untuk memastikan KUHAP yang baru selaras dengan semangat politik hukum KUHP yang baru. Komisi III DPR RI juga berencana untuk menerima masukan dari berbagai pihak, termasuk Komisi Yudisial (KY), untuk memastikan RUU KUHAP yang disusun bisa memberikan sistem hukum yang lebih adil, transparan, dan manusiawi.
RUU KUHAP yang baru diharapkan dapat berlaku bersamaan dengan KUHP pada 1 Januari 2026, dengan tujuan untuk menciptakan sistem hukum pidana yang lebih selaras dan berorientasi pada keadilan bagi semua pihak.
Komisi III DPR RI menekankan bahwa penyusunan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) sangat penting untuk memastikan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru dapat selaras dengan prosedur hukum yang ada dalam KUHAP. Habiburokhman, Ketua Komisi III, mengungkapkan bahwa KUHP yang baru, yang akan berlaku pada 1 Januari 2026, mengedepankan prinsip restorative justice (keadilan restoratif), rehabilitatif (pemulihan), dan restitutif (penggantian kerugian). Oleh karena itu, untuk mendukung nilai-nilai ini secara logis, diperlukan KUHAP yang juga mengadopsi prinsip-prinsip yang sama.
Habiburokhman juga menjelaskan bahwa dalam pembahasan RUU KUHAP, Komisi III akan menyinkronkan sejumlah ketentuan dalam KUHAP yang ada dengan ketentuan yang ada dalam KUHP yang baru. Salah satu contohnya adalah perubahan dalam Pasal 21 KUHAP terkait syarat penahanan, yang sebelumnya mengatur tentang ancaman pidana lima tahun, namun kini akan disesuaikan dengan ketentuan baru dalam KUHP. Pembahasan ini juga akan memperhatikan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang telah mempengaruhi berbagai ketentuan dalam KUHAP.
Komisi III DPR RI mengungkapkan bahwa mereka akan membuka ruang untuk menerima masukan dari berbagai pihak, termasuk Komisi Yudisial (KY), dalam penyusunan RUU KUHAP yang baru. RUU ini diharapkan dapat diselesaikan dan berlaku bersamaan dengan berlakunya KUHP pada 1 Januari 2026, sehingga tercipta keselarasan antara substansi hukum pidana dengan prosedur penegakan hukum pidana.
Proses pembahasan ini dimulai dari awal, dengan tujuan untuk menyusun KUHAP yang lebih baik dan sesuai dengan semangat politik hukum yang ada dalam KUHP yang baru.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.